Tuesday, March 28, 2006

Buku untuk Tuna Netra

catatan Rabu Pagi 22

Sebelumnya, saya tidak pernah berpikir atau memikirkan buku bacaan untuk teman-teman kita yang tunanetra. Mungkin banyak penulis lain juga begitu. Tak terpikir atau tak tahu betapa mereka yang tunanetra (melalui buku-buku Braille atau audio book) membutuhkan berbagai macam bacaan untuk memperkaya wawasan ataupun sekadar menghibur. Tak terpikir bisa karena tidak sengaja tak peduli (saya percaya siapa pun seharusnya peduli pada orang dengan 'kekurangan', jadi kalau ada yang tak peduli, maka semestinya itu adalah sebuah ketaksengajaan), atau karena tak cukup pengetahuan dan interaksi dengan para tunanetra.

Beruntunglah saya bisa berkenalan dan berkesempatan membantu teman-teman tunanetra yang tergabung dalam Yayasan Mitra Netra seperti Mas Irwan dan Mas Tolhas. Perantaranya adalah penulis novel Sihir Cinta dan Ungu Violet, Miranda, dan staf Yayasan Mitra Netra, Indah. Miranda yang pertama kali menjadi relawan dan memberikan soft copy novelnya pada Yayasan Mitra Netra untuk di-Braille-kan. Sebuah langkah awal yang kemudian memengaruhi saya dan sejumlah penulis lainnya untuk mengontribusikan soft copy novel-novel karya kami pada Yayasan Mitra Netra, untuk dibuatkan versi Braille-nya. Selanjutnya teman-teman tunanetra akan bisa menikmati lebih banyak novel sebagai bacaan mereka. Yayasan Mitra Netra akan menyediakannya melalui perpustakaan-perpustakaan khusus untuk teman-teman tunanetra.

Sejauh ini, sejumlah novelis yang telah menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan karya mereka, selain Miranda dan saya, antara lain adalah Dewi “Dee” Lestari, Adhitya Mulya, Fira Basuki, Ninit Yunita, Icha Rahmanti, Yenni Hardiwidjaya, Nova Riyanti, dan saya yakin akan diikuti oleh penulis-penulis lainnya. Penulis mana pun yang dihubungi saya duga pasti akan bersedia membantu teman-teman tunanetra melalui karya-karya mereka. Dan saya bersama teman-teman penulis di atas akan mencoba menghubungi sebanyak mungkin teman penulis lain sebagai tindak lanjut dari langkah awal ini. Yayasan Mitra Netra sendiri menargetkan memiliki seribu judul buku sebagai bacaan untuk teman-teman tunanetra.

Untuk soal copyright, para pengaranglah pemegang copyright sebuah karya. Penerbit hanya memiliki hak penerbitan dalam bentuk buku biasa (bukan Braille). Pengarang tidak perlu meminta ijin penerbitnya untuk menyerahkan soft copy naskah untuk di-Braille-kan. Pengarang hanya perlu menginformasikan saja pada penerbitnya yang seharusnya juga berbangga dan mendukung upaya ini. Penerbit yang mengambil sikap ini dan ikut bekerja sama dengan Mitra Netra, antara lain adalah GagasMedia. Saya percaya, penerbit lain akan bersikap sama. Saya juga sangat yakin semua orang sependapat bahwa teman-teman tunanetra punya kebutuhan bacaan yang sama dengan orang yang memiliki mata sehat, bahkan lebih. Bacaan akan membantu mereka melihat dunia. Mari kita bergandeng tangan untuk menyediakan buku bacaan bagi tunanetra! (frg)