Pelajaran Biologi
Catatan rabu pagi 20
Biologi – khususnya embriologi – mengajarkan bahwa alat kelamin adalah derivat perkembangan jaringan ginjal, sarana pembuangan zat-zat yang tidak diperlukan tubuh. Karena itu, paling tidak untuk remaja, mestinya diajarkan bahwa seks seharusnya terkait dengan cinta. Jika tidak, seks akan menjadi sekadar saluran pembuangan belaka karena organ-organnya tepat berada di sekitar, atau bersama organ pembuangan. Maka dari itu – anehnya – cinta yang dianggap agung dan suci (baca lirik-lirik lagu romantis-cengeng) ternyata lalu terkait dengan organ-organ yang memalukan dan mungkin karena itu akhirnya dinyatakan tabu. Begitu kompleks alam itu. Begitu terkecohnya kita.
Pada saat kita jatuh cinta (belum tentu benar terjadi), lalu cinta terkait dengan birahi (yang baru tampil kemudian, atau terbalik: birahinya dulu, cintanya hanya ilusi), kita telah menjadi korban rekayasa alam, yang bila tugas coitus atau sanggama terlaksana, doorprize yang diperoleh adalah kenikmatan sensoris dengan klimaks orgasme. Demikian patuhnya perilaku kita berpola sesuai dengan rekayasa alam. Jadi tidak benar bahwa alam itu buta. Alam itu arif, banyak akalnya dan menjadi pusat kebudayaan manusia. Alam melaksanakan rekayasa dan tidak peduli adil atau tidak. Ada kekuasaan yang sangat besar di dalam alam, mungkin kekuasaan Tuhan. Tapi kita sedang belajar biologi di sini, jadi tak usahlah kita bicara tentang Tuhan.
Kemudian Biologi mestinya juga menjabarkan perbedaan bentuk jantan-betina pada manusia, diawali dengan anatominya yang berbeda (paling-paling oleh “conditioning” yang berbeda pula). Ini tidak mudah karena menyangkut nilai-nilai. Maksudnya aspirasi pria-wanita masing-masing dapat berbeda meskipun sama-sama menginginkan masyarakat adil makmur dan rumah tangga yang disebut harmonis.
Pelajaran biologi dapat bertitik tolak dari soal pendewasaan organ seks terlebih dahulu. Bila perempuan mengalami menstruasi, berarti potensial dia bisa hamil, sedangkan pada laki-laki ereksi sudah dapat menghasilkan ejakulasi, spontan atau tidak. Ejakulasi yang spontan dan berlangsung di luar kesadaran terjadi dalam wet dream, lewat mimpi, sedangkan yang disadari dan disengaja mungkin lewat masturbasi. Akan tetapi dalam kedua kasus itu terlihat suatu dorongan atau kebutuhan fisik yang kurang lebih jelas, dan terfokus pada organ-organ seks secara jelas.
Apa yang terjadi di kehidupan manusia saat ini, terutama di kota-kota besar, memperlihatkan betapa seks menjadi gelombang besar yang melanda kehidupan setiap manusia. Kita tiba-tiba saja telah tenggelam di dalamnya, persis seperti kita tenggelam dalam gelombang konsumerisme dan hedonisme yang dihantamkan badai kapitalisme ke segenap penjuru dunia. Seks juga telah menjadi lautan semacam konsumerisme dan hedonisme. Ada pusaran-pusaran yang bisa menarik dan menenggelamkan siapa pun yang masuk ke dalamnya. Seks memang bukan semata-mata pelajaran biologi meski perkara dasarnya biologis.
Tidak ada batas yang jelas antara lautan hedonisme, lautan konsumerisme, dan lautan seks. Ketiganya adalah lautan tanpa batas. Muaranya mungkin adalah keserakahan dalam jiwa setiap manusia. Jadi yang perlu diperangi sebenarnya adalah keserakahan, bukan ekspresi kebudayaan manusia dalam berbagai bentuknya yang justru memperkaya kehidupan. Ini mirip dengan kenyataan bahwa organ-organ seks kita terletak di wilayah pembuangan, tapi seks sendiri terkait dengan cinta sebagai sesuatu yang suci dan luhur. Nah, pelajaran biologi ini mungkin terlewatkan oleh para penyusun RUU APP. [frg]
<< Home