Pram (2)
Catatan Rabu Pagi 5
Saya bukan peramal, tapi apa yang terjadi saat ini, di triwulan terakhir tahun 2005 ini, saya kira kurang-lebih adalah kekacauan yang melanda hampir semua tatatan kehidupan. Sejak tsunami menghancurkan Aceh dan wilayah-wilayah sekitarnya pada kuartal pertama 2005, bencana-bencana terus berhamburan. Kehidupan dihancurkan secara mengejutkan dan seketika. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi pada kehidupan Pramudya Ananta Toer. Kehidupannya dihancurkan secara mengejutkan dan seketika. Pram menceritakan pada saya, Jati, dan Jemek, bagaimana ia pertama kali diculik oleh tentara atas perintah Sudarmono dari rumahnya.
Ingatannya tentang peristiwa itu masih cukup jernih. Pram di usia tuanya, seakan tidak mengalami distorsi penglihatan ataupun ingatan. Ia memang mengeluhkan tubuhnya yang semakin rontok oleh usia. Buku jarinya sakit kalau digerakkan sehingga ia tidak lagi menulis. Dengkulnya gemetaran tak mampu menahan dan menggerakkan kakinya untuk melangkah tanpa bantuan sebuah tongkat. Matanya tak bisa lagi melihat dengan jelas sehingga “apa yang terlihat, pasti bukan seperti apa yang sebenarnya”. Ia menanyakan pada saya, “apakah ada buku tentang menjadi tua?”
Saya pernah mendapat pertanyaan yang kurang lebih serupa dari Seno Gumira Ajidarma, sekitar 6-7 tahun yang lalu. Saya tidak ingat kapan persisnya. Saya hanya ingat Seno bertanya pada saya tentang konsep “tua”, saat saya numpang mobilnya untuk pergi ke suatu tempat yang kebetulan searah dengan tujuannya. Saya juga tidak ingat apa jawaban saya untuk pertanyaan filosofis itu. Mungkin saya hanya menjawab asal saja saat itu, karena jika benar peristiwa itu terjadi sekitar 6-7 tahun lalu, berarti umur saya saat itu sekitar 32 atau 33 tahun.
Dan pekan ini, rabu pagi ini (28-9-05), saya merasa dunia telah menjadi tua dan lelah sebagaimana Pram yang semakin uzur dan lelah. Saya pikir, saya sendiri pun kadang mulai merasa lelah. Mungkin karena saya juga mulai “agak” tua. (to be continued)
<< Home