Tuesday, August 30, 2005

Suci

Catatan Rabu Pagi (2)

Selasa siang kemarin, 30-8-05, saya bertemu Suciwati, istri almarhum Munir. Tidak secara sengaja, kebetulan saja saya mampir ke kantor Kontras untuk mengurus acara peringatan satu tahun peristiwa tragis pembunuhan Munir tanggal 6 september 2005 mendatang.
Suci tengah diwawancarai ketika saya nyelonong menghampirinya. Ia tampak tegar, bersemangat, dan sedikit kusam. Saya langsung menyalaminya tanpa mempedulikan wartawan yang tengah mewawancarainya. Bukan apa-apa. Bukan juga saya bermaksud tidak sopan. Bukan. Saya nyelonong menyalaminya selain karena lama tidak bertemu, juga karena saya merasa bersalah.

Beberapa kali setiap hari senin atau minggu, Suci meng-sms saya dan pasti juga kawan-kawan almarhum suaminya yang lain untuk menghadiri proses persidangan kasus pembunuhan Munir yang berlangsung setiap selasa di pengadilan negeri Jakarta Pusat. Ya, saya merasa bersalah karena tidak pernah sempat menghadirinya. Padahal pada hari senin saat Suci meng-sms saya, saya sempat menjawab akan berusaha menghadirinya. Sial, saya harus menyelesaikan urusan lain pada selasa paginya.

Begitulah, kami kemudian ngobrol panjang lebar soal kegiatan-kegiatan yang kami lakukan untuk almarhum Munir. Selama ini, saya dan teman-teman di Yogya (Whani Darmawan, Hendro Suseno, Landung Simatupang, Miranda, Sinyo, Ruwi, Si Jon, Kuncoro, dan beberapa teman lain) sudah menggelar pentas monolog “Matinya Seorang Pejuang; a tribute 2 Munir” keliling ke 7 kota (Yogya, Surabaya, Malang, Jakarta, Denpasar, Mataram, dan Medan) sejak bulan Januari 2005. Pentas monolog ini masih akan terus kami kelilingkan selama kami mampu dan selama pengadilan kasus Munir belum tuntas.

Kini, tanpa terasa, sudah satu tahun berlalu.

Siapa pembunuh Munir sebenarnya? Siapa otak di belakang layer yang menggagas pembunuhan itu?

Semuanya belum terungkap. Tentu berbagai analisa, data rahasia, bocoran informasi, memang sudah memberi sejumlah indikasi adanya keterlibatan pihak intelejen. Namun jelasnya, semua tetap masih belum jelas.

Tak heran, karena sudah sekian puluh tahun negeri ini menjadi negeri tak jelas.

Bagaimanapun, saya merasa bersemangat kembali pada hari rabu pagi ini, setelah selasa kemarin bertemu suciwati yang membuat saya merasa bersalah dan membuat saya merasa masih bisa berbuat lebih banyak lagi.

Keep fighting for peace and justice!